06 Mei 2010
Negeri di Atas Awan
Kau mainkan untukku
Sebuah lagu tentang neg'ri di awan
Di mana kedamaian menjadi istananya
Dan kini tengah kau bawa
Aku menuju kesana
Secuil lirik lagu tentang negeri impian di atas mungkin memang hanya bisa kita dapati di dalam sebuah lagu, sebuah negeri dalam angan-angan belaka
Tengoklah sebuah negeri bernama Indonesia,
dimana uang menjadi istananya
dewan perwakilan berulah bagai hewan
pelacur dijadikan pimpinan
yang benar disalahkan
yang salah dibenarkan
rakyat kecil yang jadi korban
Di negeri ini orang cerdik pandai dibuang, Sri Mulyani Indarwati, Srikandi Reformasi, manusia berkompeten, disia-siakan setelah jasanya menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi global, setelah reformasi pajak yang menaikkan pendapatan Indonesia. Sebuah wacana di negeri ini, sepintar apapun orangnya, sekompeten apapun orangnya, kalau suaranya berbeda akan tersingkir juga. Tidak cuma dia, dahulu Sang Jenius Habibie juga mengalami nasib yang sama, dibuang, tak dihargai. Bagaimana negara ini bisa maju kalau penghargaan kepada para warganya tidak ada,. Terbukti negara yang maju adalah negara yang bisa menghargai warga negara mereka , Mungkin sudah bawaan dari orok orang-orang di negeri ini lebih suka melihat kejelekan orang daripada kebaikan mereka. Tapi memang mereka lebih baik keluar dari negeri ini, mereka lebih dihargai di sana dan mereka lebih bisa memberikan kontribusi mereka pada dunia setidaknya.
Sebenarnya apa yang salah dari negeri ini?
Semuanya? tidak juga, negeri ini masih memiliki banyak orang baik, hanya saja sedikit dari manusia-manusia busuk lah yang memegang kekuasaan. Wakil rakyat, menggembar-gemborkan atas nama rakyat, aspirasi rakyat dijadikan tameng, tapi apa? mereka bicara atas nama partai, golongan, aspirasi rakyat mana yang mereka sampaikan. Setiap saat meminta kenaikan gaji, meminta fasilitas dengan biaya yang waaah, fasilitas laptop 15 juta per ekor, buat apa sih, ngga guna, beberapa dari mereka bahkan tidak bisa mengoperasikannya. Gedung senilai 18T, berapa banyak sekolah-sekolah yang rusak, berapa banyak sarana-sarana umum yang memerlukan perbaikan? Semua anggota Hewan Perwakilan hanya memikirkan perut mereka sendiri, otak mereka benar-benar bebal. Lihat apa kerja mereka, rapat absen, datang pun hanya tidur, beda pendapat berantem. Benar kata Gus Dur, DPR itu seperti taman kanak-kanak.
Kasus century pun harusnya sudah bisa diselesaikan sejak dulu, DPR lah yang memanjang-manjangkan, bikin pansus lah, lihat apa hasilnya? pemborosan, rapat sana-sini, duit negara dihambur-hamburkan, hasilnya nihil, tapi setidaknya memberi tontonan rakyat bahwa mereka berisi orang-orang dengan mulut yang tak terdidik & otak yang dangkal. Dari recruitmentnya aja udah salah, di negeri ini kalo ngga punya duit ngga bisa dapat kekuasaan, money politik dijadikan patokan, mereka mengeluarkan duit yang ngga sedikit buat duduk di Senayan. Hasilnya, di Senayan mereka berusaha balik modal, mengadakan lah mereka yang seharusnya ngga ada, bikin lah mereka kebijakan-kebijakan yang sama sekali ngga bijak, intinya semua seperti lagunya Slank, ujung-ujungnya dhuit, wtf.
Selain itu KPK, satu-satunya harapan negeri ini bisa bersih pun dikebiri dengan undang-undang bikinan Hewan Perwakilan yang terhormat, penyadapan harus ijin lah, pembatasan wewenang lah, terus buat apa KPK, sebuah super body tanpa superioritasnya? Macam macan ompong. Mereka yang membentuk KPK, mereka pula yang mempretelinya, konyol.
Di negeri ini, partai-partai banyak sekali,
semua bicara atas nama rakyat,
mengayomi orang-orang melarat,
tapi semua sama, isinya hanya orang-orang keparat
Menurut gw, terlalu banyak partai di Indonesia ini, terlalu banyak benturan kepentingan. Yang biru lah, merah lah, kuning lah, hitam lah, semuanya sama saja. Akhirnya terjadilah yang namanya bicara untuk golongan, kebijakan yang dibuat menguntungkan sebagian orang saja, rakyat juga yang akhirnya dirugikan.
Di negeri ini hukum seperti mainan
Hakim-hakim mata duitan
Keadilan diperjualbelikan
Koruptor bebas berkeliaran
Preman desa masuk bui
Maling ayam mati dipukuli
Penegakan hukum di negeri ini pincang, markus-markus untuk mereka yang berduit agar bisa terhindar dari hukuman. Banyak professor, guru-guru besar bidang hukum, sarjana-sarjana hukum di negeri ini, gw yakin mereka orang pintar, tapi gw ngga yakin hati mereka sepintar otak mereka. Satu orang pintar yang ngga punya hati lebih berbahaya daripada sepasukan prajurit bersenjata. Dibalik-balikin lah hukum di negeri ini, Gayus yang jelas-jelas sampah di negeri ini divonis bebas dengan alasan yang sumir, sementara Nenek Minah, seorang tua renta, yang hanya karena memungut sebiji kakao yang jatuh ke tanah divonis penjara 1,5 bulan, ironis bukan.
Polisi pun sama saja, yang katanya mengayomi masyarakat malah diayomi masyarakat, pungutan-pungutan atas nama keamanan lah, benar kata Gus Dur di negeri ini hanya ada 3 polisi yang jujur, Hoegeng, patung polisi, dan polisi tidur, lainnya?
Tapi gw yakin suatu saat nanti akan datang saat di mana masyarakat bisa menilai mana yang benar dan salah dan akan orang yang berhati yang memimpin negeri ini, tapi kapan? No one knows. Dan suatu saat entah kita, atau mungkin anak cucu kita akan bercerita :
Dahulu kala ada sebuah negeri sirkus
Di mana petinggi-petingginya adalah badut
Negara dijadikan lelucon
Lucu sekali
But the circus must go on.
nb : kata penjaga kost gw, si sampah jayus Gayus sutambun alumni kostan gw lho, aduh bikin malu Pinangga aja,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar